Rabu, 25 Oktober 2017

Tutorial Hijab ala-ala

anyyeonghaseo chingu ^^

kali ini aku bakal kasih tips supaya mudah menggunakan hijab, ya semacam tutorial ala-ala aku gituuu wkwkwkwkwk .Asal kalian tau, tutorial ala-ala aku nih sangat super duper mudah dan yang biasanya butuh waktu lama untuk memakai hijab kini cukup 2 menit saja, ingat 2 menit saja, 2 menit !!! Kok jadi teriak gitu yak aku wkwkwk. Namun nih ya teman-teman aku mo mengingatkan sebelumnya untuk tidak lupa memakai dalaman seperti ciput atau yang lainnya, yaa gunanya untuk agar aurat kita tidak keliatan teman-teman^^.

cussss ini dia tutorial ala-ala :

  1. Pasang terlebih dahulu ciput, lalu hijab bagian kiri dan kanan panjangnya sejajar atau sama.
  2. Angkat sisi kanan dan tarik menyilang ke sisi kiri hijab.
  3. Sematkan jarum pentul diatas kepala.
  4. Angkat sisi kiri seperti sisi kanan dan tarik menyilang ke sisi kanan hijab.
  5. Sematkan peniti agar tidak goyah.
  6. Rapikan saja sesuai selera kalian
  7. Dan akhirnya jilbab ala-ala pun sudah selesai.
Nah itu tadi tutorial ala-ala aku kalo dijelaskan rincinya, aku juga punya nih videonya supaya kalian tambah mengerti proses pemakaian hijab simple ini :


Itulah cara mudah memakai hijab simple yang bisa langsung kamu coba praktikkan. Kalian boleh menyimpan halaman ini untuk panduan memakai hijab sehari-hari. terimakasih semuanya, aku pamit dulu yup !
anyyeonggg!!!






Rabu, 26 April 2017

Mengulas lagu Dhondhong Opo Salak



Lagu daerah adalah lagu atau musik yang berasal dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh rakyat daerah tersebut maupun rakyat lainnya. Bentuk lagu ini sangat sederhana dan menggunakan bahasa daerah atau bahasa setempat. Lagu daerah banyak yang bertemakan kehidupan sehari-hari sehingga mudah untuk dipahami dan mudah diterima dalam berbagai kegiatan rakyat.  Pada umumnya pencipta lagu daerah ini tidak diketahui lagi alias noname (NN).

Menurut sifat dan keberasalannya lagu daerah dibedakan menjadi dua. Lagu rakyat dan Lagu klasik. Lagu rakyat yaitu lagu yang berasal dari rakyat di suatu daerah. Lagu rakyat tersebar secara alami yang disampaikan secara lisan dan turun-temurun. Contoh lagu rakyat yaitu lagu yang dipakai untuk pernikahan, kematian, berladang, berlayar, dsb.

Lagu klasik yaitu lagu yang dikembangkan di pusat-pusat pemerintahan rakyat lama seperti ibukota kerajaan atau kesultanan. Lagu klasik dinilai lebih agung dibandingkan lagu rakyat saat pembawaannya. Ini disebabkan karena lagu klasik memiliki fungsi yang lain, yaitu diterapkan pada upacara-upacara adat kerajaan.

Fungsi lagu daerah banyak sekali. Diantaranya..
1. Upacara Adat.
Di Sumba sebagai pengiring roh dalam upacara Merapu dan musik angklung dalam upacara Seren Taun (panen padi) di Sunda.
2. Pengiring tari dan pertunjukan
Lagu lagu langgam yang dipadu dengan gamelan di jawa dipakai untuk mengiringi pementasan tari Serimpi di jawa tengah. Bisa juga dipakai unuk pertunjukan wayang kulit, kethoprak, ludruk, drama dsb.
3. Media Bermain
Contohnya cublak cublak suweng dari Jawa Tengah, ampar ampar pisang di Kalimantan Selatan, dan pok ame ame dari Betawi.
4. Sebagai media komunikasi
Pertunjukan musik atau lagu di suatu tempat dapat dipakai media komunikasi secara tidak langsung yang ditandakan dengan banyaknya orang yang melihat pertunjukan.
5. Sebagai media penerangan
 Kini lagu dalam aneka iklan layanan masyarakat maupun lagu populer dipakai sebagai media penerangan. Contohnya lagu tentang pemilu, imunisasi, juga lagu bernafaskan agama menjalankan fungsi ini.

Kali ini saya akan menjelaskan lagu daerah dari Jawa Tengah yaitu “Dhondong apa salak”, didalam lagu ini banyak makna yang dapat kita petik dan pelajari kemudian kita terapkan didalam kehidupan kita sehari – hari. Walaupun lagu daerah ini sangat sederhana tapi tidak kalah menariknya dengan lagu – lagu pop jaman sekarang.

DHONDHONG APA SALAK

Dhondhong apa salak, dhuku cilik-cilik
Ngandhong apa mbecak, m'laku timik-timik
Dhondhong apa salak, dhuku cilik-cilik
Ngandhong apa mbecak, m'laku timik-timik
Atik ndherek Ibu tindak menyang pasar
Ora pareng rewel ora pareng nakal
Ibu mengko mesthi mundhut oleh-oleh
Kacang karo roti Atik dhiparingi
Dhondhong apa salak, dhuku cilik-cilik
Gendhong apa pundhak aja ngithik-ithik

Syair tembang ‘Dhondhong apa Salak’ apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah
Dhondhong atau salak, duku kecil-kecil
Naik delman atau becak, jalan pelan-pelan
Naik delman atau salak, duku kecil-kecil
Naik delman atau becak, jalan pelan-pelan
Mau ikut ibu pergi ke pasar
Tidak boleh rewel tidak boleh nakal
Ibu nanti mesti dapat oleh-oleh
Kacang sama roti mau dibeli
Naik delman atau salak, duku kecil-kecil
Gendong atau naik pundak aja pelan-pelan


Sebuah lagu adalah  bentuk ungkapan atau curahan hati dari sang penciptanya, menulis baris demi baris bait lagu dan kata demi kata pasti mempunyai berbagai makna atau pesan yang akan disampaikan kepada pendengar lagunya. Kali ini saya sedang membahas tentang lagu “dondong opo salak” yang berasal dari jawa dan liriknya pun menggunakan syair bahasa jawa, lagu ini   yang mepopulerkan pertama kali oleh penyanyi senior Krisbiantoro sekitar tahun 60-70-an. Penyanyi senior ini sangat bangga bisa membawakan lagu ini, lagu tersebut adalah lagu  anak-anak namun di dalam syairnya yang lugas, tidak berbelit-belit dan mudah dipahami, tapi di dalam itu semua pencipta memberikan pemahaman makna tentang pekerti yang luhur. Kira-kira seperti dibawah ini syair lagu tersebut.

Dondong opo salak, (Buah dondong, apa buah salak). Duku cilik-cilik, (Buah duku kecil-kecil) . Andong opo becak  (Naik kereta kuda atau naik becak) , Mlaku thimik-thimik.  (Jalan pelan-pelan)

Lagu ini sangat singkat dan tidak perlu waktu lama untuk menghafalkan lagu sedemikian pendek, sangat mudah untuk diingat. Kalau diperhatikan dan dicermati, buah-buahan yang disebutkan diatas bukanlah buah istimewa yang harganya selangit, ataupun mungkin buah impor, atau buah berkelas, buah tersebut adalah buah lokal dan bahkan buah yang  murah yang bisa dibeli di pasar, namun apabila kita berikan makna yang mendalam dalam buah tersebut tentu akan lain ceritanya.

Buah dondong/kedondong: kita cermati seperti yang kita ketahui bahwa buahnya halus pada bagian luar saja, namun setelah kita makan,apa yang terjadi di dalam isinya?, berduri , bentuknya berantakan, bahkan kita harus berhati-hati untuk memakanya. Makna dalam hidup mengenai buah kedondong, menjadi manusia seharusnya antara lahir dan batin adalah sejalan. Apabila antara lahir dalam hal ini ucapan dan tingkah laku tidak sama dengan isi hati, bisa disebut dengan orang yang culas, bahkan dalam  islam, orang yang bertingkah seperti tersebut dianggap orang munafik, antara perbuatan dan ucapan sudah jauh berbeda. Dijelaskan dalam hadist berikut

Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkar, dan jika dipercaya ia berkhianat”. (HR Bukhari)
  
Buah salak : buah yang satu ini berbalik dengan buah kedondong, seperti yang telah kita ketahui, buah salak, pada daging buahnya ditutup oleh kulit yang terlihat bersisik dan tajam, susah untuk di buka, tentunya masih banyak buah yang seperti buah salak, tampak luarnya saja yang tidak bagus, namun dalamnya sangat kita suka karena lembut dan enak untuk dimakan. Dalam kehidupan, bersosial dan bermasyarakat kita tidak boleh hanya melihat dan menilai seseorang dari tampak luarnya saja, tampak dari luar memang tidak baik, belum tentu isi hatinya. Kalau bahasa sekarang yang familiar dan lagi terkenal adalah “inner beauty”. Pergaulan dimasa masa sekarang telah mengedepankan penampilan saja, sehingga apa yang ada didalam seolah dapat ditutupi semuanya oleh penampilan luar. Tentang buah salak dalam kejadian saat ini adalah , apa saja yang luarnya tidak baik maka angapannya tentu bagian dalam juga tidak baik. Sikap yang demikian dalam agama islam bisa dianggap bersuudzan kepada orang lain, karena selalu menilai dari kulit luarnya saja.                                   
Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12)

Buah Duku: Meskipun buahnya sangat kecil, namun buah ini seharusnya menjadi wakil dalam memfilosofi hidup kita, kulit luar dan isinya sama, luarnya halus dalamnya pun demikian. Sudah seharusnya watak manusia yang beradab, berpendidikan dan berakhlak, paling tidak beriman kepada Tuhannya, akan menjalankan kebaikan, bertingkah laku seperti yang telah di gambaran buah duku, meskipun kecil antara kulit dan isinya sama-sama menunjukkan hal yang baik. Berbuatlah sesuatu yang baik dan tidak menyakitkan, baik itu secara lahir maupun batin.

Kemudian dengan lirik lagu selanjutnya. Andong Opo Becak, Mlaku thimik-thimik, makna dengan bahasa Indonesia adalah memilih naik andong atau becak, apa jalan pelan-pelan. Ketika kita dihadapkan dua pilihan, antara naik andhong atau becak, tetapi ada pilihan lain, jalan pelan-pelan. Untuk menjadi kupu-kupu yang indah, sungguh tidak mudah. Mulai dari ulat, kepompong, dan seterusnya mengikuti aliran proses kematangan. Mlaku thimik-thimik juga menggambarkan bahwa “biar lambat asal selamat”. Di Zaman yang serba modern ini, gerak gerik sudah begitu cepat, dengan adanya hal tersebut, proses yang panjang mungkin bisa teratasi, terbantu, namun tetap, proses tetaplah proses. Kalau kita maknai dan kita cermati, kenapa harus memilih antara naik andong atau naik becak, tetapi kemudian ternyata yang dipilih adalah dengan jalan pelan-pelan. Semua itu dapat kita artikan dengan berjalan menuju sebuah tujuan atau menggapai sebuah tujuan seharusnya dilakukan dengan pelan namun pasti, bukan mengambil jalan pintas, jalan yang memanfaatkan jerih payah orang lain atau dengan tenaga orang lain, sementara kita hanya berpangku tangan mengandalkan uang dan sesuatu yang dapat membeli tenaga atau jasa seseorang. Andong adalah filosofi dimana kita menggunakan tenaga kuda dan sang kusir untuk menuju sebuah tujuan, naik becak juga demikian, menggunakan tenaga sipengayuh becak untuk menuju sebuah tujuan. Semua perilaku menggunakan tenaga orang lain atau tangan kedua, dalam hal ini adalah memperlancar kegiatan dalam artian yang positif tentu tidak akan bermasalah namun apabila tujuanya adalah yang negatif tentu sudah melanggar aturan,norma-norma yang berlaku di masyarakat, norma hukum, norma agama, norma sosial dan budaya. Dalam sebuah ayat  al-quran dituliskan

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)

Semua daya upaya dalam kehidupan, apa saja yang telah kita susun tidak akan pernah lepas dari cobaan dan ujian, mencari sesuatu atau mengusahakan sesuatu tentu ada pengorbanan, untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan sifat pantang menyerah, bersungguh-sungguh dalam menjalankan apa yang diinginkan, insyaallah akan tercapai dengan baik.

Pada syair “mlaku thimik-thimik”,yang berarti jalan pelan-pelan, merupakan sebuah presentasi kesunguh-sunguhan dalam menjalankan upaya menuju tujuan. Dalam sebuah novel yang pernah saya baca, tentunya novel inspiratif, terdapat kalimat yang berbunyi “man jadda wa jadda”  yang berarti adalah, barang siapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Sebuah usaha dan kesungguhan hati, dalam artian antara usaha dan doa, dipompakan dan didukung  dengan semangat juang yang kuat serta semangat pantang menyerah,karena sejatinya tidak ada hal yang mustahil untuk didapatkan.

Kali ini saya akan membahas kepada topik pendidikan, perkembangan jaman yang luar biasa pesat, baik dari segi teknologi dan budaya, saat ini sudah sangat jarang ditemukan di sekolah-sekolah, menyampaikan pendidikan karakter melalui media lagu atau kegiatan lain, kita ketahui pendidikan karakter adalah upaya didalam membangun generasi yang santun, generasi yang cerdas, generasi yang menghargai orang lain,generasi yang menyayangi sesama intinya adalah generasi yang berakhlak. Salah satu bukti pendidikan karakter yang gagal saat ini adalah siswa tawuran, hampir semua pemberitaan dimedia masa, tawuran pelajar terjadi di seluruh pelosok negeri. Adakah yang salah dengan system pendidikan Negara kita, yang biasa terdengar adalah setiap tahun selalu dibebankan standar nilai kelulusan semakin tinggi, apa yang terjadi kemudian adalah kong kalikong antara siswa dengan siswa, agar bisa lulus bagus, bahkan gurupun berperan terjadinya kecurangan membocorkan kunci jawaban dalam ujian nasional bahkan sampai ada kejadian jual membeli kunci jawaban.

Harapan saya terbesar saat ini sebagai salah satu mahasiswi adalah memulai semua itu atau menerapkannya dari diri pribadi, untuk selalu menanamkan moral dan etika dalam setiap belajar dan bersosialisasi, minimal bisa dimulai dari lingkup keluarga, selalu mengingatkan anggota keluarga bahwa berperilaku jujur, adil tidaklah sesuatu yang kampungan atau kuno. Menjadi seorang yang hebat tidaklah mudah, namun tetap harus dimulai,





Selasa, 25 April 2017


TENTANG PENGADILAN PUISI

                   Menurut Sapardi Djoko Damono, gagasan asli pengadilan Puisi datang dari Darmanto pada tahun 1972, Darmanto mengumumkan gagasannya itu dalam karangan yang berjudul “ Tentang Pengadilan Puisi “
                   Menimbang perlunya menghembuskan lagi udara segar dalam kehidupan sastra puisi kita, dan menuntut yang adil dan wajar dari kondisi sastra kita, dan menuntut yang adil dan wajar dari kondisi sastra kita, membersihkan semak dan belukar yang menghambat langkah dari kecenderungan yang sedang tumbuh sekarang ; berdasarkan KUHP (kitab undang – undang hukum puisi ) , seperti tejelma dalam pasal demi pasalnya yang merupakan pencerminan dari aturan permainan sehat; dengan ini kami sangat bertindak selaku Jaksa Penuntut Umum dalam  “ Peradilan Puisi” Kontemporer”, mengajukan tuntutan sebagai berikut:
1.      Para kritikus yang tidak mampu lagi mengikuti perkembangan kehidupan puisi mutakhir, khususnya H.B Jasssin dan M.S. Hutagalung harus “dipensiunkan” dari peranan yang pernah mereka miliki.
2.      Para editor majalah sastra, khususnya Horison (Sapardi Djoko Damono) dicutibesarkan.
3.      Para penyair established (mapan): Subagio, Rendra, Goenawan dan sebangsanya (dan lain-lain) dilarang menulis puisi dan epigon-epigonnya harus dikenakan hukum pembuangan. Dan bagi inkarnasinya dibuang ke pulau yang paling terpencil.
4.      Horison dan Budaya Jaya harus dicabut “SET” nya dan yang sudah terbit selama ini dinyatakan tidak berlaku. Dan dilarang dibaca oleh peminat sastra dan masyarakat umum sebab akan mengisruhkan perkembangan sastra puisi yang kita harapkan sehat dan wajar.
                   Pada dasarnya “ pengadilan puisi “ yang diadakan di Bandung tidak banyak memberi kesan kepada saya. Pertama – tama saya telah biasa mendengar berbagai macam pertanyaan, statement yang terlalu umum dan hampir tidak ada artinya karena sering tidak didukung oleh argumentasi dan pembuktian – pembuktian seperti misalnya : tak ada puisi setelah Chairil Anwar, Kritikus Indonesia tidak ada, H.B. Jassin bukan seorang kritikus dan banyak lagi, tetapi tanpa keterangan dan penjelasan tentu tidak ada artinya pernyataan – pernyataan itu. Pernyataan itu sama saja dengan pernyataan lain : tidak ada pengarang di Indonesia, bahkan juga pernyataan : sebenarnya tidak ada orang atau manusia di Indonesia dan ucapan – ucapan ekstrim lainnya.
                   Kebutuhan akan mitos praktis untuk mempertahankan eksistensi sebagai berhala – apalagi pada masa – masa surut puisi Indonesia yang biasa disebut sebagai malaise itu. Sajak – sajak sosial Taufiq Ismail, W.S. Rendra, dan seterusnya, diiringi dengan pembacaan sajak di kampus – kampus telah membawa perspektif baru tentang kemungkinan Indonesia. Kita tidak butuh lagi mitos untuk mempertahankan eksistensi puisi, kata sementara orang. Tapi orang lain bilang : Baik kita bikin mitos – mitos baru tentang W.S. Rendra, dan seterusnya. Atau, agak sesuai dengan makin popnya sajak – sajak Abdul Hadi bikin Abdul Hadi Fans Club, dan seterusnya.
                   Pada keduanya kita saksikan, betapa malang kritik sastra kita. H.B. Jassin, yang sering dibilang terlalu mau mendidik dengan selalu beri senyum pada tiap akademisi, terlalu analitis. Muncul keinginan – keinginan baru untuk menulis kritik sastra Ganzheit, kritik sastra dengan metode merunut, menemukan intentio creatice dari pengarangnya. Namun demikian lihat, lebih banyak kritikus yang bertindak sebagai pejabat – pejabat pengadilan : merumuskan tuduhan, mendengarkan saksi – saksi, mendengarkan pembelan, kemudian memutuskan hukuman.
                   Jadi, apa salahnya kita minta pengadilan untuk puisi. Pertama – tama, tentu saja untuk mensahkan hak hidup puisi Indonesia. Ini sangat penting, sebab dengan demikian penyair – penyair sudah tidak lagi dikejar – kejar pertanyaan tuntutan : Relevankah kehadiran puisi di Indonesia? Kemudian yang kedua, ini penting, sebab dengan demikian penyair – penyair akan mengerti mana yang boleh ditulis atau dipuisikan dan mana yang tidak. Yakni untuk mencegah terjadinya kerusuhan – kerusuhan di dalam masyarakat, akibat adanya hal – hal yang tak perlu dipuisikan sebab efeknya negatif terhadap masyarakat. Kemudian yang ketiga, tentu saja pengadilan ini berhak menjatuhkan hukuman pada penyair – penyair yang suka mengacau ; tentu saja hukuman mental, sebab puisi terkena hukuman ini. Sajak –sajak kotor dan menghina agama, tentu akan menyebabkan si penyair dituntut.
                   Kalau demikian halnya, tentu diperlukan juga adanya Dewan Pertimbangan Kenaikan Pangkat Penyair. Untuk kenaikan pangkat, tentu saja dipertimbangkan pertama – tama prestasi; sebab, ini tuntutan yang demokrasis sesuai dengan hukum – hukum terbaru masyarakat modern dalam masalah “ bekerja “. Tentu saja bukan prestasi maksimal kebetulan, tapi prestasi yang konsisten pada suatu periode. Ini penting, sebab bisa menjaga supaya penyair yang kebetulan Cuma bisa sekali dua kali menulis sajak naik, tidak kecepatan naik pangkat dibanding penyair yang sajak – sajaknya lebih banyak dan memiliki kualitas tetap tinggi, namun sedikit sedikit dibawah prestasi maksimal penyair insidental tersebut. Jadi, prestasi didasarkan pada kualitas dan kuantitas hasil puisi dalam suatu span of time.pertimbangan kedua, tentunya jasa terhadap perkembangan masyarakat.
                   Dewan Pertimbangan hendaknya ini mencantumkan juga predikat promosi penyair. Misalnya, “cemerlang”,”biasa”, atau “kurang”. Di samping tentu saja mencantumkan aliran atau mode apa yang dianut penyair. Misalnya, Abdul Hadi W.M. naik dari magang ke calon, dengan predikat “ cemerlang “ aliran : romantik ; mode : tamasya alam. Kemudian untuk kenaikan Abdul Hadi dari pangkat calon ke hampir penyair, predikat “ biasa “ ; aliran : happening ; mode : “pop”.
                   Demikianlah kelas – kelas dalam kepenyairan bisa ditertibkan, honorarium bisa ditertibkan, sanksi – sanksi kepangkatan bisa ditertibkan. Pada pokoknya, administrasi kepenyairan di Indonesia : beres. Kalau seorang turis ingin ketemu penyair kelas II, tak usah ribut – ribut cari ke Yogya atau Semarang ; cukup ke Jakarta dia akan ketemu banyak. Atau kalau seorang penerbit ingin membuat iklan puitis, jangan sampai keliru alamat minta dari penyair kelas I. Job description dari tiap penyair akan jelas dalam suatu katalogus.
                   Sekarang mari kita ingat kembali Chairil Anwar. Dalam masalah kelas, bisakah dia dibilang kelas I? Karena saingan – saingannya masih sedikit, misalnya Amir Hamzah, Sitor Situmorang, W.S. Rendra, maka nampaknya, boleh – boleh saja kita golongkan kelas I. Tapi susahnya, nanti kalau misalnya anak saya jauh lebih bagus dari Chairil menulis sajaknya, apa ia hanya akan dikelaskan sebagai penyair kelas I? Tentu saja takkan rela. Perlu kelas 0. Nah. Kalau begitu, bagaimana penyair – penyair yang nanti mungkin lebih bagus dari anak-anak.



Selasa, 18 April 2017

Mengintip makam La Daeng Mangkona

Mengintip makam Le Daen Mangkona
Pada hari sabtu, 8 April 2017 saya beserta teman teman saya prodi Satra Indonesia 2016 pergi bersama – sama ke salah satu tempat bersejarah di Samarinda. Kami mengadakan kunjungan ke makam La Mohang Daeng Mangkona yang lokasinya berada di Samarinda Seberang.
            Pukul 08.00 Fakultas kami telah dipenuhi dengan anak-anak Sastra Indonesia 2016. Namun ternyata, kita baru bisa pergi sekitar jam 10 siang karena dosen kita yaitu kak Dahri ada sedikit kendala sehingga beliau telat datang ke kampus. Setelah tiba di kampus, dosen kami segera mengumpulkan kami untuk membacakan absen dan berdoa untuk keselamatan diperjalanan kelak.
            Perjalanan kami menghabiskan waktu sekitar 1 jam lebih atau bahkan hampir 2 jam jika terjadi kemacetan. Kita tetap antusias dan merasa bahagia walaupun teriknya sinar matahari membakar kulit kami.Dan akhirnya kami tiba di makam La Mohang Daeng Mangkona yang berada di jalan Daeng Mangkona Masjid, Samarinda Seberang.


            Sesampainya di makam, kami memarkir kendaraan kami dengan rapi dan kami pun masuk ke dalam pendopo yang besar.Di dalam pendopo tersebut terdapat makam La Daeng Mangkona beserta istrinya. Kami pun dipersilahkan duduk di dalam pendopo ( lesehan ) oleh juru kunci makam Le Daeng Mangkona yaitu bapak Abdillah. Beliau diamanahkan untuk menjaga dan merawat makam pendiri kota Samarinda ini setelah ayah dan kakaknya meninggal.



 Definisi dan Jenis-Jenis Legenda
1.    Legenda
1. Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh pemilik cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dipandang sebagai “sejarah” kolektif .walaupun demikian, karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsisehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karenanya, jika legenda hendak digunakan sebagai bahan untuk merekontruksi sejarah maka legenda harus bersih dari unsure-unsur yang mengandung sifat-sifat folklor (sejarah, 2009 : 37).
2. Legenda adalah dongen yang berisi cerita asal mula suatu tempat ( Bahasa Indonesia SMP , 2004 : 20 ).
3. Legenda yaitu kata latin yang berarti yang harus dibacakan :
- Cerita religious mengenai Yesus, Maria atau seorang kudus yang dari saat ke saat harus dibicarakan di gereja atau di kamar makan para rahib dengan maksud agar para pendengar makin yakin akan kesaktian tokoh yang bersangkutan sehingga teladan hidupnya diikuti.
- Legendaris (tokoh legendaries), ajektif dari kata legenda yang lebih luas lingkupnya. Karena tradisi lisan atau tertulis maka sekitar seorang tokoh historis dapat disusun sejumlah cerita yang mengagungkan kepahlawanannya dan yang sifat historis sukar dicek(misalnya : Hang Tuah, Gadjah Mada, raja Arthur, Faust) ( Pemandu di Dunia SASTRA, 1986 :79 ).
4. Legenda menurut pelajaran kesusastraan Indonesia adalah salah satu bagian dari dongeng yang menceritakan tentang asal-usul binatang, tempat atau tumbuhan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, legenda adalah cerita yang berisikan tentang sejarah ( Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia , 2007 :156 ).
2. Jenis- Jenis Legenda
Jan Haroid Brunvald menggolongkan legenda menjadi empat kelompok, yaitu legenda keagamaan, legenda alam gaib, legenda perseorangan, dan legenda setempat.
1. Legenda Keagamaan
Legenda yang ceritanya berkaitan dengan kehidupan keagamaan disebut dengan legenda keagamaan.Legenda ini misalnya legenda tentang orang- orang tertentu.Kelompok tertentu misalnya cerita tentang para penyebar Islam di Jawa.Kelompok orang-orang ini di Jawa dikenal dengan sebutan walisongo. Mereka adalah manusia biasa, tokoh yang memang benar-benar ada, akan tetapi dalam uraian ceritanya ditampilkan sebagai figur-figur yang memiliki kesaktian. Kesaktian yang mereka miliki digambarkan diluar batas – batas manusia biasa.
Sebutan wali songo ada yang menafsirkan bukan berarti sembilan dalam arti jumlah, tetapi angka sembilan itu sebagai angka sakral.Penafsiran ini didasarkan pada kenyataan adanya para tokoh penyebar Islam yang lainnya.Mereka berada di tempat-tempat tertentu. Masyarakat setempat biasanya memandang tokoh tersebut kedudukannya sama atau sederajat dengan tokoh wali yang sembilan orang. Tokoh-tokoh tersebut seperti Syekh Abdul Muhyi,  Syekh Siti Jenar, Sunan Geseng, Ki Pandan Arang, Pangeran Panggung, dan lain-lain.

2. Legenda Alama Gaib
Bentuk kedua yaitu legenda alam gaib.Legenda ini biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang.Fungsi legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran “takhyul” atau kepercayaan rakyat.Jadi, legenda alam gaib adalah cerita-cerita pengalaman seorang dengan makhluk-makhluk gaib, hantu-hantu, siluman, gejala-gejala alam gaib, dan sebagainya.
Contoh legenda alam gaib misalnya, di Bogor Jawa Barat ada legenda tentang mandor Kebun Raya Bogor yang hilang lenyap begitu saja sewaktu bertugas di Kebun Raya.Menurut kepercayaan penduduk setempat, hal itu disebabkan ia telah melangkahi setumpuk batu bata yang merupakan bekas-bekas pintu gerbang Kerajaan Pajajaran. Pintu gerbang itu, menurut kepercayaan penduduk setempat, terletak di salah satu tempat di kebun raya.Tepatnya tidak ada yang mengetahui.Oleh karenanya, penduduk disana menasihati para pengunjung Kebun Raya, agar jangan melangkahi tempat antara tumpukan-tumpukan batu bata tua, karena ada kemungkinan bahwa di sanalah bekas pintu gerbang kerajaan zaman dahulu itu. Jika kita melanggarnya, maka kita akan masuk ke daerah gaib dan tidak dapat pulang lagi ke dunia nyata.
Contoh lainnya yaitu kepercayan terhadap  adanya hantu, gendruwo, sundel bolong serta nyi blorong.

3. Legenda Perorangan
Legenda perseorangan merupakan cerita mengenai tokoh-tokoh  tertentu yang dianggap benar-benar terjadi. Di Indonesia legenda  semacam ini banyak sekali.misalnya Sabai nan Aluih dan Si Pahit Lidah dari Sumatra, Si Pitung dan Nyai Dasima dari Jakarta, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Rara Mendut dan Jaka Tingkir dari Jawa Tengah, Suramenggolo dari Jawa Timur, serta Jayaprana dan Layonsari dari Bali.

4. Legenda Lokal/Setempat
Legenda lokal adalah legenda yang berhubungan dengan nama tempat terjadinya gunung, bukit, danau, dan sebagainya. Misalnya, legenda terjadinya Danau Toba di Sumatra, Sangkuriang (legenda Gunung Tangkuban Parahu) di Jawa Barat, Rara Jonggrang di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Ajisaka di Jawa Tengah, dan Desa Trunyan di Bali (buku sejarah kelas 10 SMA, 2004).





Sejarah La Mohang Daeng Mangkona
Berdirinya kota Samarinda ini tidak luput dari jasa seseorang yang telah membangun dan membuat kota Samarinda ini menjadi hidup. La Mohan Daeng Mangkona adalah tokoh yang sangat berpengaruh mendirikan kota Samarinda. La Mohang Daeng Mangkona adalah seorang tokoh penting dalam cikal-bakal berdirinya Kota Samarinda di provinsi Kalimantan Timur saat ini. Daeng Mangkona mendirikan pemukiman di Tanah Rendah bersama rombongannya dari tanah Wajo pada tahun 1668 dan dari situlah awal mula perkembangan kota Samarinda.
La Mohang Daeng Mangkona beserta rombongan dari Wajo memilih meninggalkan kampung halamannya daripada harus tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda yang waktu itu sudah menguasai Kerajaan Gowa akibat Perjanjian Bongaya. Daeng Mangkona memilih daerah Pulau Kalimantan dan singgah di wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.Setelah meminta izin pada sultan Kutai waktu itu, Daeng Mangkona beserta rombongan diizinkan untuk menetap di suatu daerah bernama Tanah Rendah.Sejak saat itulah, wilayah Tanah Rendah didiami oleh Daeng Mangkona dan mengembangkan daerah Tanah Rendah menjadi sebuah pusat perdagangan maupun sebagai pelabuhan singgah.Tepatnya pada tanggal 21 Januari 1668 Kota Samarinda mulai didirikan oleh La Mohang Daeng Mangkona. 
Sekitar tahun 1668, Sultan yang di Kerajaan Kutai memerintahkan Pua Ado bersama pengikutnya yang asal tanah Sulawesi membuka perkampungan di Tanah Rendah.Pembukaan perkampungan ini dimaksud Sultan Kutai, sebagai daerah pertahanan dari serangan bajak laut asal Filipina yang sering melakukan perampokan di berbagai daerah pantai wilayah kerajaan Kutai Kartanegara.Selain itu, Sultan yang dikenal bijaksana ini memang bermaksud memberikan tempat bagi masyarakat Bugis yang mencari suaka ke Kutai akibat peperangan di daerah asal mereka. Perkampungan tersebut oleh Sultan Kutai diberi nama Sama Rendah. Nama ini tentunya bukan asal sebut. Sama Rendah dimaksudkan agar semua penduduk, baik asli maupun pendatang, berderajat sama. Tidak ada perbedaan antara orang bugis, kutai, banjar dan lainnya.
Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan derajat apakah bangsawan atau tidak, semua "sama" derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berulak dan di kiri kanan sungai daratan atau "rendah". Diperkirakan dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan Samarenda atau lama-kelamaan ejaan Samarinda. Istilah atau nama itu memang sesuai dengan keadaan lahan atau lokasi yang terdiri atas dataran rendah dan daerah persawahan yang subur.



Kesimpulan dan Harapan
Kesimpulan dari semuanya adalah pendiri kota Samarinda La Daeng Mangkona adalah seorang yang rendah hati dan tidak pernah membedakan ras /  suku. Meskipun beliau adalah suku bugis namun beliau tetap menyamaratakan semua suku, bisa terlihat dari nama kota sendiri yaitu Samarinda yang berasal dari sama rendah. Suku asli beliau adalah bugis bukan berasal dari Kalimantan namun beliau tetap berusaha menjadi pemimpin yang bijaksana untuk rakyat-rakyatnya.
Harapan saya pada sejarah La Daeng Mangkona lebih dipublikasikann dan disosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui sosok yang sangat berjasa pada kota Samarinda. Untuk makam La Daeng Mangkona ini semoga kedepannya lebih mendapat penanganan yang lebih baik sehingga banyak masyarakat yang berkunjung kesana.












Referensi
  • Marhijanto, Drs. Bambang. 2004. Bahasa Indonesia SMP. Surabaya: GitaMedia Press  
  • Anindita, A. 1986. Pemandu di Dunia SASTRA. Yogyakarta: Kanisius
  • Suryanto, Alex dan Haryanta, Agus. 2007. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia. Surabaya: Erlangga
  • (Buku Sejarah kelas 10 SMA, 2004 : 20)
  • (Sejarah, 2009 : 37)

Kamis, 09 Maret 2017

Serunya bermain mejikuhibiniun !!


mejikuhibiniun, buat kamu yang asli dari Jawa Timur pastinya sudah tidak asing lagi mendengar kata yang satu ini, ya kata mejikuhibiniun adalah permainan tradisional, permainan ini cukup populer di kalangan anak-anak apalagi yang lahir tahun 90 an. Permainan ini juga masih dapat kamu jumpai karena masih sering dimainkan oleh anak-anak di tahun 2000an.
Untuk memainkan nya butuh sedikitnya 3 orang tapi lebih baik 7 orang, nama permainan ini singkatan dari warna-warna yaitu :
Me = merah
Ji = jingga
Ku = kuning
Hi = hijau
Bi = biru
Ni = nila
Un = ungu

Sebelum bermain,masing – masing harus mempunyai nama (warna ) setelah itu duduklah melingkar. Setelah itu mulailah permainan dengan mengucap mejikuhibiniun hingga jari yang sudah disiapkan buat dijadikan umpan habis.
Setelah mendapatkan seseorang yang akan mendapatkan hukuman karena warna yang dia pilih terakhir disebut, maka lanjut menentukan hukuman dengan cara yang sama namun menggunakan kata “taktikbumwer” yang bermaksud :
Tak = jitak
Tik = gelitik
Bum = maksudnya di bum tangannya (tangan dipukul dengan tangan)
Wer = jewer
Jika telah mendapatkan hukumannya maka langkah selanjutnya menentukan tingkatan hukumannya yaitu pelan,sedang, keras dengan cara yang sama. Dan terakhir homplimpa untuk menentukan giliran menghukum.

permainan tradisional ini sekarang jarang kita temukan karena anak jaman sekarang lebih memilih permainan di gadget mereka. Pada awalnya mereka senang dengan berbagai macam permainan yang ada di gagdet, namun ada keasyikan tersendiri memainkan permainan tradisional daripada permainan elekronik seperti di hp. Saya mau bercerita tentang awal mula saya mengenal permainan ini. Dulu waktu saya sd, saya sering bermain dengan teman- teman saya. ya kami memainkan permainan tradisional seperti kabat, petak umpet, loncat tali, asin, kelereng, dan masih banyak yang lainnya.
" eh aku punya permainan baru loh " ketika kami bermain, teman saya bercerita bahwa dia mengetahui permainan baru dari kakaknya. Setelah itu kami semua bermain walau belum terlalu mengerti. Permainan berakhir dan kami menemukan orang yang diberi hukuman yaitu yang kalah dalam permainan. Jadi, dia yang kalah akan kita kasih hukuman sesuai dipermainan mejikuhibiniun yaitu antara jitak, gelitik, pukul tangan, atau jewer. keseruan kami tidak akan terlupa sepanjang masa walaupun kelak kita telah tak bersama- sama dan telah tumbuh dewasa, memori dan kenangan kita bakal melekat di pikiran dan tersimpan di hati kita.